Seorang budayawan asal Poso di Sulawesi Tengah, Mernimus Taona, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keberadaan Bahasa Pamona, yang menurut dia terancam punah akibat semakin jarang dipergunakan oleh penuturnya. "Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa bahasa ini kemungkinan akan punah dalam waktu 15 tahun ke depan? kata dia dalam sebuah diskusi plularisme budaya di Poso.
Bahasa Pamona merupakan bahasa yang pergunakan oleh Suku Pamona, salah satu penduduk asli di Kabupaten Poso yang mendiami bagian selatan wilayah tersebut. Bahasa ini sebelumnya merupakan bahasa daerah paling banyak dipergunakan oleh masyarakat di Kabupaten Poso karena Suku Pamona merupakan komunitas terbesar di daerah tersebut.
Sementara bahasa daerah itu sekarang ini masih terlihat hidup di wilayah pedesaan, namun sebagian besar penduduk asli setempat cenderung menggunakan Bahasa Indonesia dan sebagian lagi mencampuradukannya dengan logat Manado. Menurut Taona yang juga Sekretaris Majelis Taruna Adat Kabupaten Poso, salah satu penyebab mulai kurangnya penutur Bahasa Pamona dikarenakan para orang tua jarang mengajarkan bahasa daerah ini kepada generasi di bawahnya. Ia menambahkan, banyak generasi muda di wilayah Poso dewasa iniyang tidak mengetahui simbol dan semboyan daerahnya sendiri.
Sementara itu, Abdurrahman Balie yang Ketua Dewan Adat Kecamatan Poso Kota Utara, dalam diskusi kebudayaan itu, menyatakan kalau salah satu kendala dalam melestarikan bahasa dan budaya Pamona adalah kebudayaan bertutur pada masa lalu tidak dibarengi dengan pencatatan yang dilakukan oleh generasi muda saat ini. Fenomena hilangnya Bahasa Pamona itu, menurut dia, ditandai dengan semakin kurangnya penggunaan bahasa daerah ini pada anak dan remaja, terutama yang menetap di wilayah perkotaan (ibu kota kabupaten dan kecamatan).
Tapi, bagi Dr Cristian Tindjabate, akademisi dari Universitas Tadulako yang juga hadir dalam acara tersebut, menyatakan bahwa semakin memudarnya bahasa dan kebudayaan masayarakat asli di Kabupaten Poso saat ini dikarenakan oleh berbagai masalah.
Kurikulum Pendidikan
Santo, seorang tokoh masyarakat dari Dewan Adat Kabupaten Poso, yang juga hadir pada acara ini, mengusulkan perlunya memasukkan mata pelajaran Bahasa Pamona ke dalam sistem pendidikan di Kabupaten Poso, untuk mengantisipasi kemungkinan hilangnya bahasa daerah tersebut. Menurut Santo, dimasukkannya Bahasa Pamona sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah merupakan upaya untuk melestarikan kebudayaan milik daerahnya, sekaligus memperkuat kebudayaan nasional bangsa Indonesia.
Namun, menurut seorang pejabat pada Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Poso, Rolex Taropo, pihaknya sejak beberapa tahun lalu sudah merancang sebuah kurikulum pendidikan bahasa Poso untuk dimasukkan ke dalam mata pelajaran muatan lokal. Akan tetapi, kata dia, rencana itu sulit dilaksanakan, dikarenakan tidak semua tenaga pendidik di lapangan memiliki kemampuan berbahasa daerah yang cukup untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Sumber : www.lampung-news.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar